Langsung ke konten utama

Tapak ke Depan Dakwah Islam


Tapak ke Depan Dakwah Islam
Oleh: Afif Yati
Oktober 2016, sambutan Basuki Tjahya Purnama pada kunjungannya di Kepulauan Seribu sukses memecah belah antar umat beragama bahkan dalam satu agama. Bagaimana pun redaksinya, menyinggung Al-Maidah ayat 51 yang notabenenya adalah bukan keyakinan yang ia anut melainkan milik umat mayoritas bangsa ini tentu saja memperkeruh suasana. Karena sebelumnya, himbauan untuk tidak memilih pemimpin nonmuslim bagi umat muslim Indonesia sesuai Al-Maidah ayat 51 disampaikan oleh beberapa ulama dan memang telah menuai pro-kontra.
Pada tahun yang sama, HTI mulai diincar untuk diproses ke ranah hukum karena dianggap bertentangan dengan ideology bangsa Indonesia dan dianggap mengancam keutuhan NKRI. Hal ini memanas ketika video ikrar mahasiswa IPB di symposium Nasional Lembaga Dakwah Kampus oleh Badan Koordinasi Lembaga Dakwah Kampus pada 25-27 Maret 2016 dan dianggap bahwa lembaga dakwah ini berafiliasi dengan HTI1].  HTI dianggap mengancam Negara tidak hanya dari system khilafah yang mereka gaungkan, tetapi juga dari banyaknya aksi berani yang telah mereka lakukan di daerah-daerah di Indonesia. Dilansir dari Tirta.id bahwa Aksi besar terakhir HTI adalah "aksi menolak pemimpin kafir" dalam Pilkada serentak 2017 pada 4 September 2016 di Patung Kuda, Jakarta. Ada 20 ribu kader HTI yang turun dalam aksi itu. Seruan HTI ini bersambut aksi-aksi jalanan lain berbumbu agama sesudah Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama mengutip Surat Al-Maidah ayat 51 di Pulau Pramuka, akhir September1]
November 2016,  Gerakan Nasional Pembela Fatwa MUI (GNPF) menggerakkan umat muslim dalam aksi yang disebu 411 (4 September) Sebuah aksi yang dilakukan untuk menyatakan sikap dan menuntut tindak lanjut terhadap Basuki Tjahya Purnama. Lagi-lagi nama HTI disebut-sebut sebagai salah satu promotor aksi ini. Dari Ismail Yusanto, juru bicara HTI, menyatakan bahwa Peran Hizbut Tahrir sebenarnya tidak besar, bahkan sangat minim di situ dan HTI mengakui itu secara kelembagaan, namun memang kenyataannya dalam aksi itu mereka all out1].
Kadua isu agama, penodaan agama oleh Ahok dan HTI cukup memecah kesatuan umat beragama di Indonesia. masyarakat non Islam (dan beberapa masyarakat awam) menghembuskan predikat intoleran terhadap pergerakan Islam. Selain itu, dalam umat muslim sendiri terpecah hanya karena keberpihakan pada kelompok tertentu. Ketika terjadi kontestasi politik, maka akan semakin terlihatlah perpecahan di tubuh umat muslim itu sendiri. Persoalan keberpihakan telah menyampingkan ukhwah islamiyah.
HTI dipidanakan, umat islam terpecah belah, dan lebih parah lagi beberapa lembaga dakwah kampus dan unit kerohanian Islam SMA pun ikut dicurigai. Sungguh tidak pantas sebuah Lembaga Dakwah Kampus dicurigai akan radikal, makar, dan lain sebagainya. Karena sekuat apapun suatu lembaga dakwah kampus, dibandingkan dengan ormas Islam, tentu saja bak bocah ingusan yang baru mengemban tugas belajar di sekolah. Tahu banyak tapi belum banyak berbuat dan tak punya kekuatan maupun otoritas sebagaimana ormas-ormas besar Indonesia. Salman ITB (termasuk LDK ITB, Gamais) dan salam UI dituduh radikal, Jamaah Shalahuddin UGM selalu dicurigai berwajahkan salah satu kelompok pergerakan Islam. Selalu menuai kecurigaan. Kegiatan rohis diawasi polisi pun sudah tak asing lagi. “Pada intinya adalah Islam yang salah dan selalu dipersalahkan”, begitu ucap Al-Fath Bagus PEI, presiden mahasiswa UGM 2017.
Dampak luar biasa dari semua kejadian ini adalah pergerakan islam yang semakin diawasi dan HTI yang semakin gencar dipidanakan. Sampai akhirnya, ditempuh jalur hukum untuk membubarkan HTI. Lagi-lagi pemerintah menggunakan hukum sebagai alat kekuasaan.  Perpu Ormas direvisi agar memperluas makna pergerakan yang bertentangan dengan Pancasila, ideology bangsa Indonesia serta Menteri Hukum dan HAM punya kewenangan langsung membubarkan ormas anti-Pancasila tanpa jalur pengadilan. Untuk mencabut status badan hukum ormas anti-Pancasila, Menteri Hukum dan HAM hanya melewati dua sanksi administrati2]. Tidak ada yang salah dari tindakan pemerintah mengesahkan UU ini, hanya saja momen yang kurang pas hingga pemerintah terkesan gelagapan menghadapi HTI hingga seakan menggunakan hukum sebagai alat untuk melindungi pemerintah.
19 Juli 2017, Hisbut Tahrir Indonesia (HTI) resmi dibubarkan. Pencabutan status badan hukum itu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI3]. Tentu saja keputusan ini menuai pro-kontra. Pihak pro menganggap tindakan ini sudah benar dan pemerintah harus lebih memerhatikan organisasi masyarakat yang menentang Pancasila. Bagi pihak kontra, tindakan pemerintah ini menimbulkan keresahan bahwa baiklah saat ini baru HTI yang dibubarkan, tapi melihat mudahnya mekanisme pembubaran ormas di masa akan datang, maka akan sangat mudah membubarkan ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila. Hanya butuh subjektivitas Menkumham.
Permasalahan dakwah tidak hanya sampai di sini, degradasi moral manusia menjadi pr utama. Ditambah lagi, sangat minim tokoh pergerakan dakwah yang berada di posisi penting di bidang hukum, rata-rata masih di legislasi atau bahkan di partai politik masing-masing. Tidak heran jika akhirnya kasus LGBT tidak rigid pelarangannya dan adanya wacana aliran kepercayaan masyarakat dimasukkan ke kolom agama di KTP oleh Mahkamah Konstitusi serta KPK yang terus dilemahkan. Umat muslim tak hanya butuh sosok cerdas Budi Ashari, sosok terhormat Haedar nashir, Bachtiar Natsir, dan lain-lain, umat Islam perlu menjadi dan butuh sosok Mahfud MD dan Abraham Samad, menjadi penegak hukum dengan kredibilitas yang tinggi.  Kenapa jalur hukum? Karena mulai terlihat islam akan dilemahkan dengan jalur hukum yang berpotensi subjektif. Fitnah kapan saja bisa terjadi, sedangkan mekanisme hukum semakin mudah dimanipulasi.

1]Kresna, Mawa. 2017. Pilkada DKI Berujung Pemberangusan HTIhttps://tirto.id/pilkada-dki-jakarta-berujung-pemberangusan-hti-coxH
2]Erdianto, Kristian. 2017. Pengesahan Perpu Ormas, Antara Ancaman Radikalisme dan Alat Represi. http://nasional.kompas.com/read/2017/10/25/05310091/pengesahan-uu-ormas-antara-ancaman-radikalisme-dan-alat-represi
3] Movanita, Ambaranie Nadia Kemala.2017. HTI Resmi Dibubarkan Pemerintah, http://nasional.kompas.com/read/2017/07/19/10180761/hti-resmi-dibubarkan-pemerintah



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diary: Kesepian

 Hello, welcome back to my blog. It has been so long time no post. My bad.  Setelah kosong melompong dan hampir dihuni dedemit, aku memutuskan untuk mengisi lagi blog ini. Bukan tanpa alasan. Sebetulnya aku sudah memiliki akun di media lain untuk menulis yg agak serius dan rencananya blog ini akan ku isi dengan curahan hatiku saja. Aku harus melakukan ini agar kepalaku tidak berisik dan hatiku tidak tercabik oleh kesendirian yang kian menyerang mentalku. Ya, aku adalah manusia ekstrovert yang harus banget mengekspresikan jatah 5000 kata perharinya. Jika tidak, bermacam-macam perasaan buruk menghantuiku, rasa kesepian, rasa diasingkan, rasa tak laku karena belum nikah. Eh.  Aku masih ingat saat pertama merasa kesepian. Ketika pindah ke Jatinangor, aku tinggal di sebuah kos yang individualis dan tidak ada teman yang ku kenal di sini. Aku semakin merasa asing lantaran hampir tak ada waktu untuk aku bertemu dengan tetangga kamarku. Pagi hari tentu kami sibuk beraktivitas, malam hari aku su

Si Corona dan Cobaan Ketamakan

Si Corona adalah sebutanku untuk menyebut virus pandemi yang saat ini sedang ‘naik daun’. Nama resminya adalah SARS-Cov-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2). Penyakitnya disebut Covid 19 (Corona Virus Disease 2019). Sampai di sini perkenalan diri Si Corona. Aku tidak mau menyebutkan gejalanya. Percuma. Di televisi, kulihat banyak sekali orang yang baru percaya bahaya Si Corona setelah mengalami ‘serangannya’ secara langsung. Terutama pemerintah pusat yang masih haha hihi ketika Wuhan sedang panik-paniknya. Bayangkan, tiket pesawat domestik tujuan daerah pariwisata diskon 50%. Saat Si Corona ini tiba di bumi pertiwi, mereka masih main politik tipu-tipu. Hmm, kurang menyebalkan apa mereka?!             Bagaimanapun juga, aku tidak ingin terus-terusan marah. Suara akar rumput, kaum rebahan pula, tidak akan berpengaruh apa-apa. Sebagai bagian dari kaum rebahan -mahasiswa tingkat akhir yang tinggal berkutat dengan penelitian, dilanjut rebahan- memang sebaiknya aku

Resensi Generasi Strawberry

Judul: Strawberry Generation Penulis: Prof. Rhenald Kasali, Ph.D Penerbit: Mizan Tahun Terbit: 2017 Jumlah Halaman: 279 halaman Resensi oleh: Afif Yati Prof. Rhenald Kasali menyebut generasi saat ini sebagai generasi strawberry. Diibaratkan strawberry, generasi saat ini terlihat bagus tapi rapuh. Bahkan digosok dengan sikat gigi saja ia bisa rusak. Padahal sikat gigi terasa lembut bagi gigi kita. Singkatnya, generasi ini cenderung lemah, malas, minim pengalaman, tidak pandai mengambil keputusan, mudah terluka hatinya, sulit keluar dari zona nyaman, dan bermental passenger. Kenapa generasi ini menjadi seperti strawberry? Penulis menyebutkan setidaknya ada tiga kesalahan dalam pembentukan generasi ini yaitu kesalahan dalam pengasuhan orang tua, kesalahan dalam pendidikan, dan kondisi lingkungan yang sudah berubah. Sebagian besar masyarakat kita memiliki kecukupan finansial untuk memenuhi segala kebutuhan anaknya. Anak-anak itu kemudian akan hidup dalam kemudahan dan