Langsung ke konten utama

Karakter Generasi Millenial


Karakter Generasi Millenial
Oleh: Afif Yati

Pengenalan Generasi Millenial
Generasi millenial atau milenium disebut juga  generasi Y adalah generasi yang tumbuh pada era  internet booming, banyak menggunakan teknologi komunikasi instan seperti email, SMS,  instant messaging  dan media sosial seperti  facebook dan  twitter (Putra, 2016). Fore (2012) mengungkapkan bahwa generasi millennial lahir di antara tahun 1980 hingga 2000. Lebih lanjut Lyons (2004) mengungkapkan ciri-ciri dari generasi millenial adalah:  karakteristik masing-masing individu berbeda, tergantung dimana ia dibesarkan, strata ekonomi, dan sosial keluarganya, pola komunikasinya sangat terbuka dibanding generasi-generasi sebelumnya, pemakai   media  sosial yang fanatik dan kehidupannya sangat terpengaruh dengan perkembangan teknologi, lebih terbuka dengan pandangan politik dan ekonomi, sehingga mereka terlihat sangat reaktif terhadap perubahan lingkungan yang  terjadi di sekelilingnya, memiliki perhatian yang lebih terhadap kekayaan. Gaji, pemberian pengakuan untuk individu, jadwal kerja yang fleksibel,career advancement  sebagai faktor yang penting bagi generasi  millenial. Kepuasan kerja generasi   millennial ditentukan oleh faktor intrinsik seperti kesempatan untuk kepemilikan organisasi pemberian pelatihan, persepsi atas dukungan supervisor, pekerjaan yang bervariasi dan bermakna, dan keseimbangan antara kehidupan – pekerjaan.
Karakter yang Berpengaruh pada Generasi Millennial
Menurut data Anantatmula dan Shrivastav (2012) bahwa dalam dunia kerja, generasi millennial bersifat ambisius, memiliki kepercayaan diri yang baik, multitasking, dan independen. Gaya kepemimpinan generasi millennial adalah fleksibel dan kurang penghargaan social. Motivasi pada generasi millennial adalah posisi yang lebih tinggi, pendapatan berorientasi pada uang, memerlukan lebih sedikit penghargaan social. Gaya belajar generasi millennial adalah berpikir kreatif dan tipe visual.
Secara umum pandangan generasi millennial adalah mengutamakan hasil daripada proses yang tidak hanya disebabkan penggunaan teknologi tetapi juga dimulai sejak persaingan akademis di bangku pendidikan. Generasi ini cenderung manja dengan kemudahan yang ada yang kemudian membawa generasi ini menjadi generasi yang ambisius dan angkuh sebagai konsekuensi dari penggunaan teknologi dan proaktid terhadap hasil serta sangat kompetitif terhadap hasil. Generasi millennial dominan berkomunikasi verbal secara terbuka, frontal, dan konfrontatif. Sehingga generasi ini menjadi lebih eksploratif dan berani. Pola komunikasi ini membuat generasi ini memiliki pemahaman yang baik pada saat terjadi pertukaran informasi.
Dalam pengambilan keputusan, generasi millennial berkonsultasi dnegan orang tua dan pihak lain. Masukan tersebut tidak untuk dipatuhi secara langsung melainkan hanya untuk memperkaya pendapat dan keputusan tetap menjadi hak dan tanggung jawab pribadi. Sikap ini terbentuk dari pendidikan formal yang menumbuhkan kepercayaan diri dan keberanian pada generasi millennial.
Generasi millennial sangat menekankan pada kesempatan belajar dan mengembangkan diri. Generasi ini relative selektif terhadap visi dan budaya organisasi yang dipegang oleh suatu instansi atau perusahaan untuk memastikan mereka dapat mengembangkan diri. Generasi ini sangat terikat dengan kesepakatan waktu kerja dan waktu pribadi yaitu bersedia kerja melebihi waktu normal dengan catatan tidak mengganggu wkatu pribadinya. Secara spesifik, generasi millennial menghendaki lingkungan pekerjaan yang dapat memenuhi ekspektasi mereka, antara lain: (a) kejelasan dalam tugas tanggung jawab pekerjaan (rincian pekerjaan) sehingga mereka bisa mengatur ritme pekerjaan; (b) adanya guidelines yang bisa dibaca dan memberi jawaban; (c) fleksibilitas dalam penggunaan waktu karena mementingkan hasil (result oriented) daripada sekedar proses/time-line; (d) kejelasan visi perusahaan yang dapat memerlihatkan komitmen perusahaan; (e) lingkungan kerja yang bersahabat yang dapat memberikan kenyamanan dalam diskusi dan kebebasan berpendapat atau frontal dan tidak mudah tersinggung; (f) adanya kesempatan untuk belajar dan mengembangkan diri sesuai dengan aspirasi; serta (g) adanya tantangan dalam pekerjaan untuk mencegah suasana kerja yang monoton dan sebagai sarana pembuktian diri.
Bagi generasi millennial, pemimpin merupakan tokoh yang memiliki kemampuan dan kapabilitas yang lebih besar, tidak hanya sebagai supervisi tetapi juga memberikan tambahan pengetahuan, arahan kerja aplikatif, dan menjadi sumber inspirasi sehingga menjadi sumber belajar generasi ini. Artinya, pemimpin harus memiliki kepedulian dalam pengembangan sumber daya manusia. Selain itu, generasi millennial juga menuntut pemimpin mampu berempati dan menempatkan diri sebagai teman diskusi, menjadi teladan dan panutan, tenang mengambil keputusan, serta memiliki manajemen waktu yang baik.
Implikasi nyata dari sikap dan kebutuhan-kebutuhan generasi millennial adalah diperlukannya mentoring dalam organisasi atau instansi tempat mereka bekerja. Mereka mengharapkan adanya interaksi personal antara atasan dan staf, pembimbingan, pelembagaan secara formal dan difasilitasi  dengan baik (Luntungan et al, 2014).
Sisi postif dan Negatif  Generasi Millennial sebagai Tantangan Indonesia
Di Indonesia, generasi millenial menjadi generasi yang sangat penting karena jumlahnya yang besar dan merupakan penerus stakeholder negeri ini. Berdasarkan hasil sensus penduduk Indonesia tahun 2010, dari 237 juta penduduk Indonesia sebanyak 62 juta diantaranya merupakan penduduk dengan usia antara 15 hingga 29 tahun. Sekitar 100 juta penduduk Indonesia merupakan generasi Y atau meillennial. Bonus demografi ini bisa menjadi penentu kemajuan Indonesia di berbagai bidang.
Seperti yang teah digambarkan secara umum di atas, generasi millennial memiliki sisi postif dan negative. Generasi millennial bekerja dalam tim secara lebih baik, lebih kooperatif, kemampuan adaptasi yang tinggi, mendukung perbedaan, mencari adanya work life balance, memiliki kepampuan bereksplorais tinggi, lebih terbuka, peka, menerima, dan menyukai perubahan, dan lebih optimis pada masa depan dibandingkan dengan generasi baby boomers dan generasi X. Generasi ini mampu bertahan lama bekerja dengan teknologi canggih, menantang, dan menyenangkan.
Di sisi lain, generasi millennial adalah generasi instant dan dibesarkan oleh kenyamanan teknologi yang ada sehingga dikenal sebagai generasi yang job hopper atau suka berpindah pekerjaan karena lebih menyukai pekerjaan yang singkat serta menguntungkan dan membuat mereka nyaman. Dengan work value and work life balance  yang ada pada diri generasi millennial menyebabkan mereka lamban dalam menentukan atau memperoleh pekerjaan karena alasan ketidakcocokan baik prosedur maupun kinerja dari perusahaan. Satu hal yang menjadi permasalahan cukup serius pada generasi millennial adalah kesetaraan gender yang membuat adanya keragaman dalam generasi ini. Generasi ini  sangat menyadari adanya perbedaan sifat dasar laki-laki dan perempuan yang akhirnya membuat keragaman sikap, persepsi, dan perilaku generasi ini yang berusaha diperjuangkan agar memperoleh persamaan kesempatan dan perlakuan. Kegagalan pengelolaan hal ini akan menyebabkan penurunan produktivitas kerja, komitmen dan keterlibatan kerja, dan tingginya turnover. Generasi millenial merupakan generasi yang memiliki tingkat keterlibatan kerja yang sedikit bahkan cuek atau sama sekali tidak berperan dalam perusahaan (Indriyana, 2017).
Kesimpulan
Akhirnya, pemahaman karakter generasi millennial sangat penting untuk pengkaryaan secara tepat dan menghasilkan produktivitas tinggi. Pemenuhan kebutuhan generasi millennial akan memberikan feed back berupa produktivitas dan loyalitas kerja yang tinggi. Begitu pula sebaliknya. Sehingga pengembangan diri generasi millennial secara tepat sudah harus dimulai dari dunia pendidikan hingga pengelolaan di instansi kerja. Jika hal ini tidak diperhatikan, bonus demografi Indonesia akan sia-sia, sumber daya manusia rendah, dan tingkat pengangguran semakin tinggi.

Referensi
Anantatmula, V.S., & Shrivastav, B. 2012. Evolution of Project Teams for Generation Y Workforce. International Journal of Managing Projects in Business. 5 1 : 9 - 2 6 .
Fore, C. W. (2012).  Next Generation Leadership: Millennials as Leaders. United States: ProQuest LLC.
Indiryana, F. 2017. Work Values Generasi Y. Universitas Diponegoro. Semarang. P. 20-44(dalam sebuah skripsi)
Lyons, S. (2004). An exploration of generational values in life and at work.  ProQuest Dissertations and Theses, 441-441  Retrieved from http://ezproxy.um.edu.my/docview/305203456?accountid=28930
Luntungan, I., Hubeis, A.,V., Sunarti, E., dan Maulana, A. 2014.  Strategi Pengelolaan Generasi Y di Industri Perbankan. Jurnal Manajememn Teknologi. Vol. 3(2): 219-240
Putra. Y.S. 2016. Theoritical Review: Teori Perbedaan Generasi. Among Makarni. Vo.9(18): 123-134


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diary: Kesepian

 Hello, welcome back to my blog. It has been so long time no post. My bad.  Setelah kosong melompong dan hampir dihuni dedemit, aku memutuskan untuk mengisi lagi blog ini. Bukan tanpa alasan. Sebetulnya aku sudah memiliki akun di media lain untuk menulis yg agak serius dan rencananya blog ini akan ku isi dengan curahan hatiku saja. Aku harus melakukan ini agar kepalaku tidak berisik dan hatiku tidak tercabik oleh kesendirian yang kian menyerang mentalku. Ya, aku adalah manusia ekstrovert yang harus banget mengekspresikan jatah 5000 kata perharinya. Jika tidak, bermacam-macam perasaan buruk menghantuiku, rasa kesepian, rasa diasingkan, rasa tak laku karena belum nikah. Eh.  Aku masih ingat saat pertama merasa kesepian. Ketika pindah ke Jatinangor, aku tinggal di sebuah kos yang individualis dan tidak ada teman yang ku kenal di sini. Aku semakin merasa asing lantaran hampir tak ada waktu untuk aku bertemu dengan tetangga kamarku. Pagi hari tentu kami sibuk beraktivitas, malam hari aku su

Si Corona dan Cobaan Ketamakan

Si Corona adalah sebutanku untuk menyebut virus pandemi yang saat ini sedang ‘naik daun’. Nama resminya adalah SARS-Cov-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2). Penyakitnya disebut Covid 19 (Corona Virus Disease 2019). Sampai di sini perkenalan diri Si Corona. Aku tidak mau menyebutkan gejalanya. Percuma. Di televisi, kulihat banyak sekali orang yang baru percaya bahaya Si Corona setelah mengalami ‘serangannya’ secara langsung. Terutama pemerintah pusat yang masih haha hihi ketika Wuhan sedang panik-paniknya. Bayangkan, tiket pesawat domestik tujuan daerah pariwisata diskon 50%. Saat Si Corona ini tiba di bumi pertiwi, mereka masih main politik tipu-tipu. Hmm, kurang menyebalkan apa mereka?!             Bagaimanapun juga, aku tidak ingin terus-terusan marah. Suara akar rumput, kaum rebahan pula, tidak akan berpengaruh apa-apa. Sebagai bagian dari kaum rebahan -mahasiswa tingkat akhir yang tinggal berkutat dengan penelitian, dilanjut rebahan- memang sebaiknya aku

Resensi Generasi Strawberry

Judul: Strawberry Generation Penulis: Prof. Rhenald Kasali, Ph.D Penerbit: Mizan Tahun Terbit: 2017 Jumlah Halaman: 279 halaman Resensi oleh: Afif Yati Prof. Rhenald Kasali menyebut generasi saat ini sebagai generasi strawberry. Diibaratkan strawberry, generasi saat ini terlihat bagus tapi rapuh. Bahkan digosok dengan sikat gigi saja ia bisa rusak. Padahal sikat gigi terasa lembut bagi gigi kita. Singkatnya, generasi ini cenderung lemah, malas, minim pengalaman, tidak pandai mengambil keputusan, mudah terluka hatinya, sulit keluar dari zona nyaman, dan bermental passenger. Kenapa generasi ini menjadi seperti strawberry? Penulis menyebutkan setidaknya ada tiga kesalahan dalam pembentukan generasi ini yaitu kesalahan dalam pengasuhan orang tua, kesalahan dalam pendidikan, dan kondisi lingkungan yang sudah berubah. Sebagian besar masyarakat kita memiliki kecukupan finansial untuk memenuhi segala kebutuhan anaknya. Anak-anak itu kemudian akan hidup dalam kemudahan dan