Langsung ke konten utama

Kado 45 Tahun


Kado 45 Tahun
Hari ini, 45 tahun yang lalu ibuku lahir. Anak kedua dari empat bersaudara. Lahir dari keluarga petani yang kadang kurang, kadang berkecukupan. Ditambah dengan kenyataan orang tua yang berambisi membangun rumah indah membuat ibu dan saudaranya kurang mendapat makanan yang bergizi. Sering kali makan awetan ikan dan udang yang ternyata berdampak alergi pada beliau.
Ibu bercita-cita menjadi bidan. Namun kandas karena tidak mampu secara biaya dan jasmaninya. Ibu sakit sinusitis akut yang bahkan menyebabkan beliau sering sakit kepala di waktu duha. Keadaan ini membuat beliau sulit berpikir berat. Alhamdulillah, ibu bisa menyelesaikan pendidikannya di sebuah madrasah aliyah di daerah kami.
Pendidikan telah selesai, ibu tak mau berlama-lama hidup begitu-begitu saja. Akhirnya ibu menikah. Alhamdulillah ibu mendapat suami yang luar biasa. Suami yang memberi beliau kehidupan yang 180 derajat berbeda dari sebelumnya. Dari keluarga yang materialis menjadi keluarga yang qanaah. Dari keluarga yang biasa-biasa saja menjadi keluarga yang peduli pendidikan. Dari pola makan seadanya menjadi pola makan yang sehat. Dari hidup di keramaian, kini tinggal di lingkungan sawah yang sangat sunyi, sepi. Ibu dikaruniai 6 anak yang alhamdulillah memiliki gaya bermain dan orientasi yang berbeda dari anak di kampung pada umumnya. Anak-anak itu memahami urgensi pendidikan umum dan pendidikan agama. Alhasil, anak-anak itu bertekad meneruskan pendidikannya setinggi-tingginya.
Demi tekad anak-anak tersebut, ibu menjadi the main supporting system dan harus banyak berkorban untuk kami. Beliau tidak pernah mendapati apa yang dimiliki ibu-ibu pada umumnya. Perhiasan ia jual dan tak akan ia membeli lagi, “tak ingin kutinggalkan harta sedikit pun untuk kalian”, begitu ujarnya. Tak tahu kapan beliau bisa membeli pakaian baru, yang penting seragam anak-anak bisa berganti baru. “Ibu, nanti mau apa?”, suatu hari aku iseng bertanya. “Cukup belikan aku ikan setiap hari,” jawab beliau dengan polos.  
Tak hanya itu, ibu menjadi korban amukan masa.hehe. Amukan anak dan suaminya ketika lelah. Korban dari cerewet dan nakalnya anaknya dan korban dari ekspresi kelelahan ayah. 1001 macam ekspresi terlimpahkan ke ibu. Ketika satu berulah maka berdampak serumah. Ketika anak laki-lakinya bermain palu, sekrup, obeng, tang dan lain-lain lalu salah satunya hilang, kemudian ayah datang dan mengetahui itu semua. Lelah dan kesal bercampur menjadi satu. Bukan sang anak yang menjadi sasaran, tapi ibu. Kasian, sabar ya. Ketika seorang anaknya tak mau pulang karena terlalu asik bermain, ibu yang menjadi sasaran. Ketika anak yang sudah remaja mulai cerewet di rumah, mulai ngomel ini itu, minta ini itu, ibu jadi pendengar setia radio-radio rusak itu. Itu giliran ayah dan kami yang marah.
Giliran ibu marah, panjang sekali. saya tidak ingat persis. Saya hanya ingat disuruh ikut ke sawah dan menimba air, dan mencuci baju. Lagi-lagi tak satupun kami kerjakan. Hihi. Lalu ibu mengevaluasi perangai dan tingkah laku anak-anaknya yang beliau anggap keterlaluan. Beliau selalu mengakhiri dengan, “ayahmu itu, sama sekali ga mau memukul anaknya, sesekali biar jera.” Ayah hanya diam dan pasti tidak memukul kami.
Ayah selalu mewanti-wanti ibu agar tidak meninggalkan rumah tanpa izin beliau. Kalau ke luar rumah, jam 4 sore harus sudah pulang. Anak tidak difasilitasi alat elektronik apapun (karena ga ada listrik) bahkan play station pakai baterai pun tak diberikan. "Merusak kecerdasan"' begitu kata beliau. Tentu saja semua itu pernah kami langgar. kami sering keluar rumah tanpa izin ayah. Pasti pulangnya langsung disembur, diomeli serumah. Tanpa pandang bulu mana yang pelaku dan mana yang bukan. Pulang telat, langsung disusul dan diceramahin lagi..Yang paling parah, najib dan puti sedang senang-senangnya baru punya hape. Suatu hari mereka bertengkar gara-gara hape,padahal masing-masing sudah punya. Ayah menganggap hal ini tidak pantas dan langsung membanting hapenya sampai hancur. Begitu menurut informasi yang saya dengar. Puti dan najib hanya bisa menangis. Rasakan. Ibu? Ibu Cuma bisa diam.
Selamat bu. Selamat atas 45 tahun ibu. Selamat atas anak-anak anehnya. Selamat atas suami baiknya. Iya. Sadar atau tidak, ayah menerapkan syariat islam dalam mendidik kita. walaupun beliau tidak menyebutnya secara langsung. Ayah penyayang anak, baik pada anak kecil. Bukankah rasulullah juga begitu? Ayah menyuruh kita pulang sebelum menjelang malam. Memang ahsannya begitu. ayah juga selalu membuka ruang diskusi di rumah.


Sincerely

Yang ternakal

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diary: Kesepian

 Hello, welcome back to my blog. It has been so long time no post. My bad.  Setelah kosong melompong dan hampir dihuni dedemit, aku memutuskan untuk mengisi lagi blog ini. Bukan tanpa alasan. Sebetulnya aku sudah memiliki akun di media lain untuk menulis yg agak serius dan rencananya blog ini akan ku isi dengan curahan hatiku saja. Aku harus melakukan ini agar kepalaku tidak berisik dan hatiku tidak tercabik oleh kesendirian yang kian menyerang mentalku. Ya, aku adalah manusia ekstrovert yang harus banget mengekspresikan jatah 5000 kata perharinya. Jika tidak, bermacam-macam perasaan buruk menghantuiku, rasa kesepian, rasa diasingkan, rasa tak laku karena belum nikah. Eh.  Aku masih ingat saat pertama merasa kesepian. Ketika pindah ke Jatinangor, aku tinggal di sebuah kos yang individualis dan tidak ada teman yang ku kenal di sini. Aku semakin merasa asing lantaran hampir tak ada waktu untuk aku bertemu dengan tetangga kamarku. Pagi hari tentu kami sibuk beraktivitas, malam hari aku su

Si Corona dan Cobaan Ketamakan

Si Corona adalah sebutanku untuk menyebut virus pandemi yang saat ini sedang ‘naik daun’. Nama resminya adalah SARS-Cov-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2). Penyakitnya disebut Covid 19 (Corona Virus Disease 2019). Sampai di sini perkenalan diri Si Corona. Aku tidak mau menyebutkan gejalanya. Percuma. Di televisi, kulihat banyak sekali orang yang baru percaya bahaya Si Corona setelah mengalami ‘serangannya’ secara langsung. Terutama pemerintah pusat yang masih haha hihi ketika Wuhan sedang panik-paniknya. Bayangkan, tiket pesawat domestik tujuan daerah pariwisata diskon 50%. Saat Si Corona ini tiba di bumi pertiwi, mereka masih main politik tipu-tipu. Hmm, kurang menyebalkan apa mereka?!             Bagaimanapun juga, aku tidak ingin terus-terusan marah. Suara akar rumput, kaum rebahan pula, tidak akan berpengaruh apa-apa. Sebagai bagian dari kaum rebahan -mahasiswa tingkat akhir yang tinggal berkutat dengan penelitian, dilanjut rebahan- memang sebaiknya aku

Resensi Generasi Strawberry

Judul: Strawberry Generation Penulis: Prof. Rhenald Kasali, Ph.D Penerbit: Mizan Tahun Terbit: 2017 Jumlah Halaman: 279 halaman Resensi oleh: Afif Yati Prof. Rhenald Kasali menyebut generasi saat ini sebagai generasi strawberry. Diibaratkan strawberry, generasi saat ini terlihat bagus tapi rapuh. Bahkan digosok dengan sikat gigi saja ia bisa rusak. Padahal sikat gigi terasa lembut bagi gigi kita. Singkatnya, generasi ini cenderung lemah, malas, minim pengalaman, tidak pandai mengambil keputusan, mudah terluka hatinya, sulit keluar dari zona nyaman, dan bermental passenger. Kenapa generasi ini menjadi seperti strawberry? Penulis menyebutkan setidaknya ada tiga kesalahan dalam pembentukan generasi ini yaitu kesalahan dalam pengasuhan orang tua, kesalahan dalam pendidikan, dan kondisi lingkungan yang sudah berubah. Sebagian besar masyarakat kita memiliki kecukupan finansial untuk memenuhi segala kebutuhan anaknya. Anak-anak itu kemudian akan hidup dalam kemudahan dan