Langsung ke konten utama

JANGANMALU !1!1! dan jangan malu-maluin!!!

"Aku malu. Aku ga mau jual beras ini ke warung". Ibu diam sejenak lalu berkata, "Ya sudah, bawa beras ini ke Bu Sum. buat jajanmu besok, kan." Anak itu kembali menolak, "apalagi ke rumah bu Sum, bu. Aku malu. Pokoknya aku gamau. Aku malu. Titik."ibu menghela napas panjang lalu menaikkan suaranya, "Kenapa harus malu? kamu itu orang islam. orang beragama. lagi pula beras ini milik kita, bukan curian dan buka menjual dengan berbohong. Kamu berislam dan kamu jujur. Nda usah malulah!". Anak itu tetap diam dan tidak mau berangkat. Ibu segera mengganti pakaian sawahnya dan mengganti capingnya dengan jilbab coklat sepanjang dada. Anak kelas tiga SD itu bingung. Apa hubungannya malu dengan berislam? Apa hubungannya malu dengan berlaku jujur?Kenapa ibu ngomongnya kejauhan. Anak yang kepalanya penuh tanda tanya itu adalah saya.

Saat itu, sangat banyak hal dalam hidup saya yang tidak saya terima dan membuat saya malu. Malu kalau bawa adek kemana-mana, malu punya adek kecil lagi, malu kakeknya dipanggil Hiu, malu ga punya baju baru waktu lebaran, ,alu ini dan malu ini-itu ala-ala bocah ingusan. Mungkin saat itu ibu saya mulai gerah. Gerah dengan anaknya yang malu, tapi tak tahu malu. Lebih tepatnya tak paham cara menempatkan rasa malu. 
Kemudian hari. Ibu mengajak saya ke sawah orang, diupah untuk memantu panen padi tetangga. Sekali lagi, saya jawab malu. Padahal saat itu saya sangat luang dan adek saya sudah bisa main sendiri. Ibu kembali memberi tanggapan yang sama. Saya sudah tidak kaget. Tapi ibu menambahkan penjelasan, "kenapa mesti malu, kamu orang islam, kamu orang jujur, kamu tidak sedang kafir maupun berbohong apalagi menipu dan merugikan orang. Tidak ada dosa yang sampai membuatmu malu atas hal ini. Ini bukan hal salah, jangan malu. Berislam saja sudah mengangkat derajatmu. Ditambah lagi dengan sifat-sifat baik dan menjadi rajin, maka kamu punya banyak menuai kehormatan. Ketika kamu memiliki itu semua, menjadi pembantu, tukang sapu, tukang sampah pun tidak perlu malu. Selagi itu adalah jalan yang halal dan disukai Allah."Ibu tetap berangkat sendiri. Aku berpura-pura mengerjakan prku. 

Kuperhatikan pundak beliau yang perlahan menghilang, lalu aku berpikir dalam. Kuingat teman SD ku yang bergama Tionghoa. Semua agama di dunia ini tidak ada yang menjanjikan hidup setelah mati di akhirat kelak. Tak ada yang menjanjikan bahwa berniat berbuat baik saja sudah mendapat pahala, sudah terbuka jalan menuju surga. Tak ada pula yang menjanjikan bahwa ketika kamu sedekah, lalu sedekahmu dipenjangkan dengan orang yang menerima tersebut menyedekahkan kembali, lalu pahalamu akan berlipat-lipat. Matematika Allah yang sangat menguntungkan bahwa satu kebaikan akan berbuah menjadi sepuluh, lalu sepuluh terbagi tujuh, dan tujuh terbagi seratur hingga jadilah tujuh ratus kebaikan. Seorang pendosa yang sangat nista, ketika dihatinya masih ada iman pun akan masuk surga. Kenapa harus malu melakukan hal baik? Kenapa harus malu dengan tanggapan dan penilaian? kata ibu, komentar-komentar orang, bukan itu yang akan menyeamatkan kita. Jangan terlalu peduli.

Iya. Kenapa aku jadi malu? Seharusnya aku malu karena sebagai siswa MTs aku belum menyempurnakan jilbabku, setahun ini belum mengkhatamkan tilawahku, membedakan sin dan shad pun aku ragu, malu karena tidak banyak membantu ibu, bahkan aku tak tau kemuliaan yang dijanjikan dalam agamaku. Harusnya aku malu akan hal itu. 

Berislam saja telah mengangkat kehormatan diri seseorang. Rasulullah SAW adalah sosok yang sangat mencintai umatnya. Lebih jauh lagi, Rasulullah SAW menghargai setiap puing tubuh manusia. Bukankah beliau telah mengajarkan bagaimana cara membersihkan anggota tubuh bagaimana cara membuang anggota tubuh yang selalu beliau ajarkan untuk ditanam, dan beliau mengajarkan bagaimana memperlakukan orang yang telah mati baik mati secara biasa maupun syahid. Di hari kiamat kelah, Rasulullah adalah orang yang paling sibuk. Beliau sibuk mencari umatnya. Umat yang bahkan beliau sebut di akhir hayatnya. Kenapa malu? Berislam saja telah mengangkat kehormatanmu hingga engkau menjadi satu dari wasiat nabi. Tak hanya itu, Allah juga memberi kehormatan bagi umat muslim melalui firmanNya, salah satunya sebagai berikut.  

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS.Ali Imran:110)
Banggalah menjadi muslim. Jangan malu melakukan kebaikan. Malulah ketika berbuat dosa dan kedzaliman. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diary: Kesepian

 Hello, welcome back to my blog. It has been so long time no post. My bad.  Setelah kosong melompong dan hampir dihuni dedemit, aku memutuskan untuk mengisi lagi blog ini. Bukan tanpa alasan. Sebetulnya aku sudah memiliki akun di media lain untuk menulis yg agak serius dan rencananya blog ini akan ku isi dengan curahan hatiku saja. Aku harus melakukan ini agar kepalaku tidak berisik dan hatiku tidak tercabik oleh kesendirian yang kian menyerang mentalku. Ya, aku adalah manusia ekstrovert yang harus banget mengekspresikan jatah 5000 kata perharinya. Jika tidak, bermacam-macam perasaan buruk menghantuiku, rasa kesepian, rasa diasingkan, rasa tak laku karena belum nikah. Eh.  Aku masih ingat saat pertama merasa kesepian. Ketika pindah ke Jatinangor, aku tinggal di sebuah kos yang individualis dan tidak ada teman yang ku kenal di sini. Aku semakin merasa asing lantaran hampir tak ada waktu untuk aku bertemu dengan tetangga kamarku. Pagi hari tentu kami sibuk beraktivitas, malam hari aku su

Si Corona dan Cobaan Ketamakan

Si Corona adalah sebutanku untuk menyebut virus pandemi yang saat ini sedang ‘naik daun’. Nama resminya adalah SARS-Cov-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2). Penyakitnya disebut Covid 19 (Corona Virus Disease 2019). Sampai di sini perkenalan diri Si Corona. Aku tidak mau menyebutkan gejalanya. Percuma. Di televisi, kulihat banyak sekali orang yang baru percaya bahaya Si Corona setelah mengalami ‘serangannya’ secara langsung. Terutama pemerintah pusat yang masih haha hihi ketika Wuhan sedang panik-paniknya. Bayangkan, tiket pesawat domestik tujuan daerah pariwisata diskon 50%. Saat Si Corona ini tiba di bumi pertiwi, mereka masih main politik tipu-tipu. Hmm, kurang menyebalkan apa mereka?!             Bagaimanapun juga, aku tidak ingin terus-terusan marah. Suara akar rumput, kaum rebahan pula, tidak akan berpengaruh apa-apa. Sebagai bagian dari kaum rebahan -mahasiswa tingkat akhir yang tinggal berkutat dengan penelitian, dilanjut rebahan- memang sebaiknya aku

Resensi Generasi Strawberry

Judul: Strawberry Generation Penulis: Prof. Rhenald Kasali, Ph.D Penerbit: Mizan Tahun Terbit: 2017 Jumlah Halaman: 279 halaman Resensi oleh: Afif Yati Prof. Rhenald Kasali menyebut generasi saat ini sebagai generasi strawberry. Diibaratkan strawberry, generasi saat ini terlihat bagus tapi rapuh. Bahkan digosok dengan sikat gigi saja ia bisa rusak. Padahal sikat gigi terasa lembut bagi gigi kita. Singkatnya, generasi ini cenderung lemah, malas, minim pengalaman, tidak pandai mengambil keputusan, mudah terluka hatinya, sulit keluar dari zona nyaman, dan bermental passenger. Kenapa generasi ini menjadi seperti strawberry? Penulis menyebutkan setidaknya ada tiga kesalahan dalam pembentukan generasi ini yaitu kesalahan dalam pengasuhan orang tua, kesalahan dalam pendidikan, dan kondisi lingkungan yang sudah berubah. Sebagian besar masyarakat kita memiliki kecukupan finansial untuk memenuhi segala kebutuhan anaknya. Anak-anak itu kemudian akan hidup dalam kemudahan dan