Langsung ke konten utama

Membasuh Luka Pengasuhan


Setiap orang menyimpan rekaman kejadian masa kecilnya yang disebut innerchild. Innerchild yang positif akan memberi pengaruh baik dalam perkembangan seseorang, yang perlu diperhatikan betul adalah innerchild negatif dalam hal ini disebut dengan luka pengasuhan. Luka pengasuhan meliputi tujuh tema, yaitu unwanted child, bullying, sibling rivalry, helicopter parenting, parent ways, broken home, dan rumah mewah. Penjelasan lebih lanjut tentang tujuh tema ini saya dapatkan dari webinar “Membasuh Luka Pengasuhan” yang disampaikan oleh Ibu @diahmahmoed77.  Saya mengikuti dua kali webinar bersama beliau dengan judul yang sama. Pertama adalah webinar yang diadakan oleh @mommischology (sebuah platform di Instagram) dan oleh Dandiah Care Center.
Di webinar pertama saya dikenalkan dengan luka pengasuhan. Di webinar kedua dilengkapi dengan kisah tiga pejuang membasuh luka pengasuhan. Pejuang pertama mengalami kasus helicopter parenting, di mana semua keputusan terkait hidupnya ada di tangan orang tuanya dengan alasan proteksi atau perhatian. Hal ini membuatnya menjadi pribadi yang penurut, namun di sisi lain menjadi tak berdaya karena terbiasa dibantu oleh orang tua. Bahkan ketika mengalami KDRT pun ia tak terpikir untuk membela diri atau melawan. Singkat cerita ia menyadari bahwa dirinya tidak baik-baik saja sehingga memutuskan membasuh luka-luka pengasuhan yang dialaminya.
Pejuang kedua mengalami masa kecil di keluarga yang tidak harmonis. Kondisi ini membuatnya menjadi pribadi berperasaan datar dan tak mampu merasakan cinta dan kasih sayang. Bahkan saat ada lawan jenis yang menyukainya, tubuhnya menjadi sakit. Menyadari akan hal itu dan menyadari bahwa suatu saat ia pasti harus memberikan kasih sayang baik pada pasangan maupun anak-anaknya, sejak saat itulah ia belajar parenting dan singkat cerita healing luka pengasuhannya.
Pejuang ketiga mengalami kasus unwanted child yang mana di masa kecilnya tidak diurus dengan baik oleh kedua orang tuanya, ditambah lagi kasih sayang yang jauh dari kata cukup dari keluarga besarnya seperti nenek, paman, dan lain-lain. Hal ini membuatnya merasa perlu merebut perhatian itu dengan cara berprestasi secara akademik maupun non akademik. Ia berhasil meraih banyak prestasi, tapi ternyata tak dapat menghadirkan perhatian itu. Kemudian prestasi itu cukup untuk menjadi kebahagiaan tersendiri bagi dirinya, akan tetapi ketika gagal ia jauh lebih patah daripada orang lain. Ia merasa benar-benar gagal dalam hidupnya dan tidak ada tujuan hidup lain. Tentu saja pilihan selanjutnya adalah suicide. Singkat cerita pada titik itulah ia bertemu psikolog.
Seperti pada kasus ketiga pejuang tersebut, kita menyadari betul pentingnya membasuh luka pengasuhan. Hal ini bukan berarti karena kita tidak yakin dengan pertolongan Allah. Bukan. Ini adalah bentuk ikhtiar dan Allah mengizinkan manusia berikhtiar. Kita tidak bisa menerka-nerka sebetulnya apa yang kita alami. Dalam hal inilah diperlukan peran ahli, yaitu psikolog untuk mendiagnosa kondisi kita. Diagnosa yang tepat agar penanganannya juga tepat.
Pada proses membasuh luka ini hal yang pertama dilakukan adalah recall semua ingatan masa kecil. Kemudian klien akan diajak membasuh, menerima, dan memaafkan kejadian tersebut. Pada tahap lanjut, klien akan dibekali pemahaman, cara bersikap, dan cara menghadapi kejadian-kejadian serupa ketika terjadi lagi. Kita tak bisa mengontrol perlakuan orang kepada kita tapi kita bisa mengontrol cara kita menerima perlakuan itu.
Tak perlu ragu untuk membasuh luka pengasuhan karena sekecil apapun luka itu harus dituntaskan. Kadang tak terdeteksi sampai kita mengalami ujian ketahanan mental seperti hidup di asrama, membangun rumah tangga, drama tugas akhir kuliah, dan lain-lain. Tak perlu terburu-buru ingin luka itu selesai karena membasuh luka itu adalah sebuah proses yang berbeda pada setiap orang. You are running on your own way. Tak perlu membandingkan besar kecil luka kita dengan luka orang lain. You are living in your own life.
Sungguh webinar ini benar-benar berkesan buat aku. Perasaanku benar-benar merasa terwakili oleh ketiga pejuang di atas dan pejuang-pejuang lain yang bercerita grup telegram. Tidak ada yang sempurna dalam hidup ini, begitu pun orang tua, keluarga, masa kecil, dan diri sendiri. Kita hanya perlu berusaha, belajar menerima dan memaafkan dengan cara yang terbaik, berikhtiar membasuh luka-luka itu demi hari-hari yang lebih indah. Allah hadirkan semua ini agar kita belajar dari ketidaksempurnaan, agar kita memahami segala kelemahan manusia, agar kita kembali menyadari Dia-lah Dzat Maha Pengasih Maha Penyayang, Dzat Yang Maha Kuasa yang menguasai hati dan hidup manusia.
Semoga kita selalu dimudahkan oleh Allah SWT.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diary: Kesepian

 Hello, welcome back to my blog. It has been so long time no post. My bad.  Setelah kosong melompong dan hampir dihuni dedemit, aku memutuskan untuk mengisi lagi blog ini. Bukan tanpa alasan. Sebetulnya aku sudah memiliki akun di media lain untuk menulis yg agak serius dan rencananya blog ini akan ku isi dengan curahan hatiku saja. Aku harus melakukan ini agar kepalaku tidak berisik dan hatiku tidak tercabik oleh kesendirian yang kian menyerang mentalku. Ya, aku adalah manusia ekstrovert yang harus banget mengekspresikan jatah 5000 kata perharinya. Jika tidak, bermacam-macam perasaan buruk menghantuiku, rasa kesepian, rasa diasingkan, rasa tak laku karena belum nikah. Eh.  Aku masih ingat saat pertama merasa kesepian. Ketika pindah ke Jatinangor, aku tinggal di sebuah kos yang individualis dan tidak ada teman yang ku kenal di sini. Aku semakin merasa asing lantaran hampir tak ada waktu untuk aku bertemu dengan tetangga kamarku. Pagi hari tentu kami sibuk beraktivitas, malam hari aku su

Si Corona dan Cobaan Ketamakan

Si Corona adalah sebutanku untuk menyebut virus pandemi yang saat ini sedang ‘naik daun’. Nama resminya adalah SARS-Cov-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2). Penyakitnya disebut Covid 19 (Corona Virus Disease 2019). Sampai di sini perkenalan diri Si Corona. Aku tidak mau menyebutkan gejalanya. Percuma. Di televisi, kulihat banyak sekali orang yang baru percaya bahaya Si Corona setelah mengalami ‘serangannya’ secara langsung. Terutama pemerintah pusat yang masih haha hihi ketika Wuhan sedang panik-paniknya. Bayangkan, tiket pesawat domestik tujuan daerah pariwisata diskon 50%. Saat Si Corona ini tiba di bumi pertiwi, mereka masih main politik tipu-tipu. Hmm, kurang menyebalkan apa mereka?!             Bagaimanapun juga, aku tidak ingin terus-terusan marah. Suara akar rumput, kaum rebahan pula, tidak akan berpengaruh apa-apa. Sebagai bagian dari kaum rebahan -mahasiswa tingkat akhir yang tinggal berkutat dengan penelitian, dilanjut rebahan- memang sebaiknya aku

Resensi Generasi Strawberry

Judul: Strawberry Generation Penulis: Prof. Rhenald Kasali, Ph.D Penerbit: Mizan Tahun Terbit: 2017 Jumlah Halaman: 279 halaman Resensi oleh: Afif Yati Prof. Rhenald Kasali menyebut generasi saat ini sebagai generasi strawberry. Diibaratkan strawberry, generasi saat ini terlihat bagus tapi rapuh. Bahkan digosok dengan sikat gigi saja ia bisa rusak. Padahal sikat gigi terasa lembut bagi gigi kita. Singkatnya, generasi ini cenderung lemah, malas, minim pengalaman, tidak pandai mengambil keputusan, mudah terluka hatinya, sulit keluar dari zona nyaman, dan bermental passenger. Kenapa generasi ini menjadi seperti strawberry? Penulis menyebutkan setidaknya ada tiga kesalahan dalam pembentukan generasi ini yaitu kesalahan dalam pengasuhan orang tua, kesalahan dalam pendidikan, dan kondisi lingkungan yang sudah berubah. Sebagian besar masyarakat kita memiliki kecukupan finansial untuk memenuhi segala kebutuhan anaknya. Anak-anak itu kemudian akan hidup dalam kemudahan dan