Langsung ke konten utama

Mukmin, Berbahagialah!


BAHAGIANYA MUKMIN DENGAN SABAR DAN SYUKUR
Oleh: Afif Yati
Sering sekali saya mendengar dan membaca ungkapan bahwa hidup di dunia tak lain hanyalah penjara. Faktanya, Adam dan Hawa diturunkan ke bumi akibat dosanya ketika di surga. Maka hidup dunia ini adalah hukuman atas dosa tersebut.
Bagi seorang mukmin, dunia ini adalah persinggahan untuk menuju kehidupan hakiki di akhirat kelak. Di dunia ini, seorang mukmin dibekali hak dan kewajiban serta diberi ujian dan cobaan sebagai pengukur keimanannya. Ukuran keimanan, pelaksanaan hak dan kewajiban, serta ujian dan cobaan yang dilalui akan menentukan tempat yang sesuai baginya di akhirat kelak.
Allah telah menjanjikan bahwa pada seorang muslim akan selalu ditimpakan ujian dan cobaan untuk membuktikan, mengukur, dan meningkatkan keimanannya. Ujian dan cobaan yang dimaksud tidak hanya kesulitan, ancaman, ketakutan, rasa lapar, dan lain sebagainya, melainkan juga kenikmatan dan kebahagiaan Salah satunya dalam ayat berikut:
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan,”Kami telah beriman”, sedangkan mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”[TQS Al-Ankabut ayat 2-3].
Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) (TQS Al-Anbiya' [21]: 35).
Dijelaskan Ibnu Katsir bahwa ujian yang diberikan itu sesuai dengan kadar keimanan pelakunya. Nabi SAW bersabda: Manusia yang paling berat cobaannya adalah para nabi, kemudian orang-orang shalih, kemudian berikutnya dan berikutnya. Seseorang dicoba sesuai dengan (kadar) agamanya. Ketika dia tetap tegar, maka ditingkatkan cobaannya (HR al-Tirmidzi).
Menurut Ibnu Katsir,  QS Al-Anbiya' [21]: 35sejalan dengan beberapa ayat lainnya, seperti firman Allah SWT: Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar (TQS Ali Imran [3]: 142). Juga QS al-Baqarah [2]: 214.

Saya ingat betul ketika LMD 189 Salman ITB, seorang teman saya –Fakhirah Inayaturrobbany- mengatakan, “Allah menghadirkan ujian dan cobaan bagi hambaNya. Tak lupa, Ia juga menyiapkan mekanisme bagi hambaNya itu untuk melaluinya dengan baik”. Kunci dari mekanisme itu dua di antaranya adalah syukur dan sabar. Dua kunci ini membutuhkan kombinasi hati dan perasaan, pikiran, lisan, dan tangan seorang muslim. Maksudnya adalah bersabar dalam arti menahan hati dan perasaan dari benci, menahan pikiran dari prasangka dan pikiran buruk, menahan perasaan dari benci dan marah, dan menahan tangan dari perbuatan buruk.
Dikutip dari kitab Syarah Riyadhush Shalihin karangan Imam Nawawi Bab Sabar, bahwa dari Abu Yahya Shuhain bin Sinan r.a., ia berkata, Rasulullah SAW bersabda,
Amat mengagumkan keadaan orang mukmin itu. Sesungguhnya semua keadaannya itu merupakan kebaikan baginya, dan kebaikan yang sedemikian itu tidak dimiliki selain orang mukmin. Apabila ia mendapatkan kebaikan, maka ia bersyukur sehingga hal itu merupakan kebaikan baginya. Dan apabila ia ditimpa kesukaran, maka ia pun bersabar, dan hal itu merupakan kebaikan baginya.”(HR. Muslim)
Mutiara dari hadis ini yaitu:
1.         Kehidupan seorang muslim, baik senang maupun sulit mengandung pahala di sisi Allah SWT.
2.    Seorang mukmin yang sempurna imannya akan bersyukur kepada Allah SWT ketika mendapatkan kesenangan, dan bersabar kepada-Nya ketika mendapatkan kesulitan atau musibah, sehingga ia memperleh kebaikan di dunia dan akhirat. Adapun orang yang kurang imannya, ia merasa gelisah dan marah menghadapi musibah. Maka, ia tidak hanya menanggung musibah tersebut, tapi juga mendapatkan dosa lantaran kemarahannya itu. Orang speerti ini tidak pernah tahu betapa banyak kenikmatan yang telah ia peroleh, sehingga ia tidak pernah mensyukurinya. Maka kenikmatan itu pun berubah menjadi bencana.
Dengan bersabar, seorang mukmin berlatih bertahan dalam kondisi yang tidak nyaman. Dengan bersyukur seorang mukmin bisa memanen puing-puing kenikmatan dari ketidaknyamanan yang ia hadapi. Jika demikian, dengan alasan apa lagi kita tidak menemukan kebahagiaan? Sementara janji Allah telah jelas, pada sabar dan syukur akan diberi balasan pahala.
Senada dengan hal ini, Buya HAMKA dalam bukunya “Pandangan Hidup Muslim” menyatakan bahwa yang peka terhadap rasa (sedih dan bahagia) adalah perasaan yang halus. Perasaan diibaratkan garam kehidupan yang dengannya, manusia dapat mencari ketenangan dalam pergolakan, kebahagiaan dalam kesengsaraan, kejernihan masa depan dalam kekeruhan masa sekarang, yang ibarat irama nada tinggi melengking dan rendah mengendur yang menciptakan musik kehidupan.
Beliau juga menyebutkan kombinasi perasaan yang berlawanan antar sedih dan gembira akan menimbulkan perasaan terharu. Hal yang menimbulkan gembira karena keindahannya (jamalnya) dan yang menimbulkan sedih karena keagungan-Nya (jalal-Nya). Ketika melihat mulia, besar, dan agung-Nya, terasalah rendah dan kecilnya kita sebagai manusia. Ketika melihat matahari yang besar dan bersinar indah selama 24 jam menyisakan bekas yang ajaib pada alam kita. Betapa indahnya rembulan, danau, padang pasir, dan bukit. Pandanglah bagaimana unta dijadikan, langit diangkatkan, gunung dipancangkan, dan bumi dihamparkan. Pada semua itu ada keindahan dan keagungan Allah. Tuhanku,
Tiada yang lain,
Hanya Engkau
Tulisan itu beliau tutup dengan “Rabbanaa maa khalaqta hadza bathilan Subhaanak.” (Tuhanku, semuanya ini tidak ada yang engkau jadikan dengan sia-sia. Amat suci Engkau).
Hakikatnya hidup di dunia adalah ujian dan cobaan. Dengan sabar seorang mukmin mampu bertahan dan menghadapinya. Dengan bersyukur seorang mukmin dapat merasakan kenikmatan. Dengan perasaan yang halus seorang mukmin dapan merasakan dua perasaan yang berlawanan-sedih dan bahagia- dalam waktu bersamaan hingga ia menjadi terharu. Terharu yang juga lahir karena keindahan ciptaan-Nya dan keagungan-Nya.

Referensi
 An-Nawawi, Imam. 2010. Syarah Riyadhush Shalihin 1. Gema Insani Press. Depok. p78-79
HAMKA. 2016. Pandangan Hidup Muslim. Gema Insani Press. Depok. p68-73
Yogyakarta, 28 Mei 2018
Tulisan ini dibuat sebagai tugas menulis bulanan Asrama Lembaga Pendidikan Insani.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diary: Kesepian

 Hello, welcome back to my blog. It has been so long time no post. My bad.  Setelah kosong melompong dan hampir dihuni dedemit, aku memutuskan untuk mengisi lagi blog ini. Bukan tanpa alasan. Sebetulnya aku sudah memiliki akun di media lain untuk menulis yg agak serius dan rencananya blog ini akan ku isi dengan curahan hatiku saja. Aku harus melakukan ini agar kepalaku tidak berisik dan hatiku tidak tercabik oleh kesendirian yang kian menyerang mentalku. Ya, aku adalah manusia ekstrovert yang harus banget mengekspresikan jatah 5000 kata perharinya. Jika tidak, bermacam-macam perasaan buruk menghantuiku, rasa kesepian, rasa diasingkan, rasa tak laku karena belum nikah. Eh.  Aku masih ingat saat pertama merasa kesepian. Ketika pindah ke Jatinangor, aku tinggal di sebuah kos yang individualis dan tidak ada teman yang ku kenal di sini. Aku semakin merasa asing lantaran hampir tak ada waktu untuk aku bertemu dengan tetangga kamarku. Pagi hari tentu kami sibuk beraktivitas, malam hari aku su

Si Corona dan Cobaan Ketamakan

Si Corona adalah sebutanku untuk menyebut virus pandemi yang saat ini sedang ‘naik daun’. Nama resminya adalah SARS-Cov-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2). Penyakitnya disebut Covid 19 (Corona Virus Disease 2019). Sampai di sini perkenalan diri Si Corona. Aku tidak mau menyebutkan gejalanya. Percuma. Di televisi, kulihat banyak sekali orang yang baru percaya bahaya Si Corona setelah mengalami ‘serangannya’ secara langsung. Terutama pemerintah pusat yang masih haha hihi ketika Wuhan sedang panik-paniknya. Bayangkan, tiket pesawat domestik tujuan daerah pariwisata diskon 50%. Saat Si Corona ini tiba di bumi pertiwi, mereka masih main politik tipu-tipu. Hmm, kurang menyebalkan apa mereka?!             Bagaimanapun juga, aku tidak ingin terus-terusan marah. Suara akar rumput, kaum rebahan pula, tidak akan berpengaruh apa-apa. Sebagai bagian dari kaum rebahan -mahasiswa tingkat akhir yang tinggal berkutat dengan penelitian, dilanjut rebahan- memang sebaiknya aku

Resensi Generasi Strawberry

Judul: Strawberry Generation Penulis: Prof. Rhenald Kasali, Ph.D Penerbit: Mizan Tahun Terbit: 2017 Jumlah Halaman: 279 halaman Resensi oleh: Afif Yati Prof. Rhenald Kasali menyebut generasi saat ini sebagai generasi strawberry. Diibaratkan strawberry, generasi saat ini terlihat bagus tapi rapuh. Bahkan digosok dengan sikat gigi saja ia bisa rusak. Padahal sikat gigi terasa lembut bagi gigi kita. Singkatnya, generasi ini cenderung lemah, malas, minim pengalaman, tidak pandai mengambil keputusan, mudah terluka hatinya, sulit keluar dari zona nyaman, dan bermental passenger. Kenapa generasi ini menjadi seperti strawberry? Penulis menyebutkan setidaknya ada tiga kesalahan dalam pembentukan generasi ini yaitu kesalahan dalam pengasuhan orang tua, kesalahan dalam pendidikan, dan kondisi lingkungan yang sudah berubah. Sebagian besar masyarakat kita memiliki kecukupan finansial untuk memenuhi segala kebutuhan anaknya. Anak-anak itu kemudian akan hidup dalam kemudahan dan