Langsung ke konten utama

Cinta Biru Langit

Hello dreamer girl. Apa mimpimu hari ini? Semoga yang terbaik itu menjadi kenyataan :)

   Ini adalah tulisan pertama ku. Tulisan alay tanpa sitasi yang tidak bisa dibuktikan sisi ke-valid-annya. Sebuah catatan yang berkesan ketika aku di sini. Memang subjektif. Tapi, bagaimanapun juga tulisan ini akan berarti ketika kamu bisa memetik hikmah dari cerita ku.

   Kuliah di kampus ini memang bukanlah cita-cita ku, bahkan tak pernah terlintas sama sekali. Aku meyakini bahwa inilah petunjuk Allah dan inilah yang terbaik. Karena hanya beginilah kualitas ku. Aku hanya bisa meminta yang terbaik. Apapun itu. 

  Sejak awal aku mencari alasan kenapa Allah mengizinkan ku menginjak kota ini, mengenyam bangku kuliah di kampus ini. Apa yang berbeda? Apa yang menarik? Apa yang terbaik di sini? Aku selalu mencarinya. Wahai Kampus Biru, apakah pesona mu?

  Sudah 334 hari 11 jam aku di sini. Banyak kenangan ketika menjadi mahasiswa baru. Tapi pengalaman di derasnya hujan, gelapnya malam, dan nyerinya kaki ini adalah yang tak terlupakan. Aku telah diburu oleh waktu, dihadang oleh malam, dan ditantang oleh hujan. Tapi kaki ini dengan ringan melangkah menuju Masjid Kampus untuk Mabit TK 1 JS ( malam binaan iman dan taqwa, Training Kepemimpinan Jamaah Salahuddin). Aneh memang. Aku bahkan belum tahu orang-orang seperti apa yang akan aku temui. Mungkin saja orang yang rasis, fasis, misionaris, atau apalah itu. Tapi sejak menanti bus hingga menyusuri jalan Tevesia yang menyeramkan, aku tersenyum bahagia. 

  Alhamdulillah. Sesampainya di masjid, aku melihat (calon) temanku duduk merapatkan shaf, mendengarkan materi. Ada yang semangat dan ada yang sudah di dunianya, dunia lamunan dan mimpi. Sejujurnya aku tidak mendengarkan apa yang disampaikan. Aku sibuk mengamati mereka, (calon) temanku. 

   JS memang biru, perpaduan banyak warna. Warna-warni yang menyatu menjadi  biru adalah analogi dari banyak mahasiswa muslim dari latar belakang yang beragam membangun JS. Itu menurutku. Di sana, aku disambut hangat oleh senyuman akhwat berkerudung panjang dan bergamis anggun, akhwat berkerudung coklat dengan kaos lebar dan rok kain, hingga akhwat bercadar dengan matanya yang tersenyum lebar dan berkata "Assalamualaikum". Waalaikumussalam Je Es. 

   Setelah pematerian, kami dipersilakan tidur di Masjid Kampus ruang akhwat beralaskan sajadah. Tak lama kemudian, kami dibangunkan oleh surah Al-Fatihah yang entah siapa ikhwan yang menjadi imam di salat tahajud malam itu. Setelah tahajud, (calon) temanku sibuk dengan Al-Qur'an mereka. Saat itulah aku merasa bahwa perlombaan dalam menuju akhirat itu benar-benar ada. 

   Pagi itu, TK 1 JS moved ke sebuah desa. Di sana kami dibina lebih lanjut. Dari pematerian, perumusan dan diskusi problematika umat, hingga outbond. Tidak ada yang spesial. Jadi, aku tidak akan menceritakannya.

   Hal terakhir yang berkesan adalah ketika upacara penutupan. Ketika itu kami diminta berpesan kepada sesama kami untuk tetap ada di organisasi ini. Dengan canggung aku berkata pada teman di sebelah kiriku, "jangan pergi kawan, jangan menghilang, jangan tinggalkan kami". Alhamdulillah, hingga saat ini, ia menjadi kancaku, satu diantara penyebab cintaku pada organisasi ini. 

to be continued....
this is written to fulfill my most beloved senior's advice, Mba Amin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diary: Kesepian

 Hello, welcome back to my blog. It has been so long time no post. My bad.  Setelah kosong melompong dan hampir dihuni dedemit, aku memutuskan untuk mengisi lagi blog ini. Bukan tanpa alasan. Sebetulnya aku sudah memiliki akun di media lain untuk menulis yg agak serius dan rencananya blog ini akan ku isi dengan curahan hatiku saja. Aku harus melakukan ini agar kepalaku tidak berisik dan hatiku tidak tercabik oleh kesendirian yang kian menyerang mentalku. Ya, aku adalah manusia ekstrovert yang harus banget mengekspresikan jatah 5000 kata perharinya. Jika tidak, bermacam-macam perasaan buruk menghantuiku, rasa kesepian, rasa diasingkan, rasa tak laku karena belum nikah. Eh.  Aku masih ingat saat pertama merasa kesepian. Ketika pindah ke Jatinangor, aku tinggal di sebuah kos yang individualis dan tidak ada teman yang ku kenal di sini. Aku semakin merasa asing lantaran hampir tak ada waktu untuk aku bertemu dengan tetangga kamarku. Pagi hari tentu kami sibuk beraktivitas, malam hari aku su

Si Corona dan Cobaan Ketamakan

Si Corona adalah sebutanku untuk menyebut virus pandemi yang saat ini sedang ‘naik daun’. Nama resminya adalah SARS-Cov-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2). Penyakitnya disebut Covid 19 (Corona Virus Disease 2019). Sampai di sini perkenalan diri Si Corona. Aku tidak mau menyebutkan gejalanya. Percuma. Di televisi, kulihat banyak sekali orang yang baru percaya bahaya Si Corona setelah mengalami ‘serangannya’ secara langsung. Terutama pemerintah pusat yang masih haha hihi ketika Wuhan sedang panik-paniknya. Bayangkan, tiket pesawat domestik tujuan daerah pariwisata diskon 50%. Saat Si Corona ini tiba di bumi pertiwi, mereka masih main politik tipu-tipu. Hmm, kurang menyebalkan apa mereka?!             Bagaimanapun juga, aku tidak ingin terus-terusan marah. Suara akar rumput, kaum rebahan pula, tidak akan berpengaruh apa-apa. Sebagai bagian dari kaum rebahan -mahasiswa tingkat akhir yang tinggal berkutat dengan penelitian, dilanjut rebahan- memang sebaiknya aku

Resensi Generasi Strawberry

Judul: Strawberry Generation Penulis: Prof. Rhenald Kasali, Ph.D Penerbit: Mizan Tahun Terbit: 2017 Jumlah Halaman: 279 halaman Resensi oleh: Afif Yati Prof. Rhenald Kasali menyebut generasi saat ini sebagai generasi strawberry. Diibaratkan strawberry, generasi saat ini terlihat bagus tapi rapuh. Bahkan digosok dengan sikat gigi saja ia bisa rusak. Padahal sikat gigi terasa lembut bagi gigi kita. Singkatnya, generasi ini cenderung lemah, malas, minim pengalaman, tidak pandai mengambil keputusan, mudah terluka hatinya, sulit keluar dari zona nyaman, dan bermental passenger. Kenapa generasi ini menjadi seperti strawberry? Penulis menyebutkan setidaknya ada tiga kesalahan dalam pembentukan generasi ini yaitu kesalahan dalam pengasuhan orang tua, kesalahan dalam pendidikan, dan kondisi lingkungan yang sudah berubah. Sebagian besar masyarakat kita memiliki kecukupan finansial untuk memenuhi segala kebutuhan anaknya. Anak-anak itu kemudian akan hidup dalam kemudahan dan